Halaman

Jumat, 22 Desember 2017

Full Time Mom versus Working Mom

 
Source: Pinterest


Ketika teman-teman (rekan kerja) berkunjung ke rumah, ada satu pertanyaan yang menarik, "Gimana miss rasanya jadi ibu? Kan dulu kerja sekarang di rumah, ngurus anak." Rasanya? It's more challenging (or tiring if I may say) than working as a teacher taking care of other's kids for several hours!
Seorang ibu (of a newborn baby) dituntut siaga 24/7 alias 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Memang ada ayah yang siap membantu, tapi kalau anak nangis, tetap saja si ibu tidak tenang. Capek? Iya. Bosan? Kadang.

Jadi apa saya menyesal memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan kepala sekolah dan menjadi ibu penuh waktu? Tidak.

Keputusan itu sudah dipertimbangkan baik-baik. Selain karena tidak ada sanak saudara di sini yang bisa 'dititipi' anak, saya termasuk ibu idealis yang memang ingin merawat anak sendiri -no babysitter! (sekian tahun di dunia pendidikan membuat saya berpikir 'sudah lama urus anak-anak orang, sekarang urus anak sendiri'). Di samping itu, saya tahu batasan diri saya. Saya merasa tidak akan sanggup menjadi 'working mom'. Jadi ibu penuh waktu saja capeknya luar biasa, apalagi ibu yang bekerja (dan bekerja sebagai guru yang harus menghadapi anak-anak didik dengan berbagai tantangan). Pasti super melelahkan.

Saya bangga berani memutuskan untuk menjadi ibu penuh waktu pun menghormati suami saya yang mendukung sepenuhnya. Itu tanda cinta saya (dan suami) pada anak. Walau begitu, saya juga harus angkat topi untuk ibu-ibu yang tetap bekerja karena mereka luar biasa hebat. Belum tentu saya sanggup seperti mereka.

Entah jadi ibu penuh waktu atau ibu bekerja, kita sama-sama ibu yang mengasihi anak-anak kita. Yakan?

Selamat hari ibu, para ibu hebat! 😘

Kamis, 07 Desember 2017

ASI versus SuFor

 
Source: Pinterest


Hari pertama Rapha lahir, ASI saya belum keluar setetes pun. Tapi saya dan suami mendukung IMD. Jadi, walaupun belum ada tetes-tetes kolostrum pertama, tetap bayi Rapha dikenalkan pada puting saya. Karena nafas yang belum teratur, hari pertama itu bayi Rapha tidak tidur sama saya, berarti tidak bisa menyusu, artinya juga tidak bisa merangsang kelenjar ASI untuk produksi. Hari pertama bayi Rapha sudah diberi susu formula.

Kok saya dan suami menyetujui? Bukannya anak bisa bertahan 2-3 hari setelah lahir tanpa asupan apapun?

Saya dan suami tidak mau ambil risiko bayi Rapha dehidrasi. Jadi kapanpun bayi Rapha butuh, pihak rumah sakit sudah mendapat persetujuan memberi susu formula.

Hari ketiga, saya sudah boleh pulang, tapi bayi Rapha masih harus tinggal di rumah sakit untuk dua hari karena bilirubin yang tinggi. Rasanya sedih bercampur takut. Pihak rumah sakit terbuka 24 jam untuk pengantaran ASI. Tapi saat itu ASI saya masih sedikit. Sekali pompa, dalam waktu satu jam, hanya dapat 15-20 ml.

Hari kedua, bayi Rapha boleh pulang. Dengan catatan di rumah rajin dijemur dan banyak asupan. Tapi hanya empat hari di rumah, bayi Rapha harus ke rumah sakit lagi karena lemas. Ternyata bilirubinnya naik lagi. Penyebabnya: kurang dijemur (karena memang tidak ada sinar matahari) dan KURANG MINUM. Ini yang membuat saya merasa sangat bersalah. Saya sangat ingin bayi Rapha hanya minum ASI. Padahal jumlah yang dibutuhkan jauh lebih besar daripada yang dihasilkan oleh saya.

Empat hari di rumah sakit, suami bolak-balik antar ASI. Tapi tidak se-ngoyo sebelumnya. Berapapun hasil pompaan dalam 3 jam, itu yang diantar. Pernah hanya dapat 30 ml, pernah juga 60 ml. Puji Tuhan, suami termasuk ayah ASI, jadi tetap antar. Oiya, bayi Rapha sekali minum 80 ml, tiap 3 jam. Jadi ASI saya tentu tidak cukup. Sisanya? Susu formula.

Sampai di rumah, saya dan suami mulai agak ketat untuk asupan bayi Rapha. Tiap hari saya pompa ASI supaya dapat mengukur asupan bayi Rapha. Karena ASI belum cukup untuk minimal 8 x 80ml sehari, kami beri tambahan susu formula.


Apa saya dan suami tidak ingin memberi ASI eksklusif? Tentu ingin. Breast milk is the best milk ever! Lagian dengan ASIX kan jadi irit, ga perlu beli susu formula. Tapi kami memilih untuk mengubur ego kami, yang penting Rapha sehat.

Ada yang komentar di foto yang diunggah suami saya di Facebook, "jangan lupa ASI Eksklusif ya". Diiyain aja. She knows nothing about the condition. I take it as a motivation.

Buat emak-emak yang bisa kasih ASIX, that's such a privilege. Give thanks for it.
Buat emak-emak seperti saya yang harus mengkombinasikan ASI dan Sufor, kita tetap harus bersyukur masih bisa kasih ASI.
Buat emak-emak yang full kasih sufor, it's ok. Ngasih sufor ke anak ga dosa kok. Toh banyak banget anak yang dikasih sufor pas bayi, gedenya juga sehat, cerdas, lincah.

Intinya syukuri aja mau ASIX, ASI+SuFor, full SuFor. Kita sendiri yang tahu keadaan kita dan bayi kita. Yang penting debay sehat. Orang lain mau komentar negatif, kita kibasin rambut aja.

Jumat, 20 Oktober 2017

Wanita Berkacamata

Source: Pinterest
 
Kemarin baru tahu kalau minus mata itu bukan faktor utama bisa/tidak bisa seorang wanita melakukan partus secara Vaginal Birth. Ternyata faktor lainnya adalah kekuatan retina. Kalau minus 10 tapi retinanya kuat, silakan saja melakukan VB. Tapi kalau minus hanya 7, tapi retina kurang kuat, haruslah SC. Begitu kata obgyn saya.

Muncullah harapan baru: kalau retina kuat, berarti saya bisa melakukan partus secara VB (beneran sampai sekarang belum siap mental membayangkan proses pasca melahirkan kalau SC). Dan kemarin saya periksa mata. Saat mengukur minus, si dokter menyerah di lensa minus 12. (Padahal saya sudah bilang terakhir diperiksa dokter menyerah di minus 15, dan silindris 0.5). Lalu tes retina. Pupil harus dilebarkan, diberi tetes mata, harus tutup mata satu jam. Setelah diperiksa hasilnya: retina saya bukan hanya tipis, tapi SANGAT tipis. Kata dokter itu bakat lahir atau bisa juga faktor genetik. Risiko partus VB dengan retina tipis dan minus banyak adalah kebutaan.
Jadi, kalau @k.prativi bisa merasakan partus VB padahal minusnya lumayan banyak, saya dilarang iri karena kondisi retina kami berbeda.

Dan tolong jangan ada lagi komentar, "Kenapa harus SC, ga mau coba lahiran normal?" SC itu juga normal (kalau ga normal, berarti abnormal dong), bedanya si bayi ga dikeluarin lewat vagina. That's it. And now you know my reason.

Atau komentar, "Enak ya SC, ga ngerasain sakitnya ngeden." Iya, memang ga ngeden, tapi pasca operasi itu sakitnya sama aja. Proses pemulihan juga diyakini lebih perlu waktu. Ini yang perlu persiapan mental juga (and I am still in the process of preparing my own self) .


Mau VB atau SC, sama-sama wanita, sama-sama melahirkan, dan sama-sama menjadi seorang ibu. Please stop judging. It's not a mompetition on how we give birth. 😊

Senin, 02 Oktober 2017

Perawatan Ibu Hamil di Bandung

Setelah beberapa hari mencari lewat Instagram, tanya Uncle Google, dan minta rekomendasi teman-teman, kemarin Sabtu membuat daftar tempat #maternityspa di Bandung.

Dan dari sekian banyak tempat, terpilihlah satu @orangematernity.

Kenapa milih Orange Maternity?
1. Harga terjangkau
Maklum bunbun satu ini perhitungan untuk hal-hal yang bukan kebutuhan primer.

2. Meyakinkan
Orange Maternity ini selain bisa home treatment, ada juga di Klinik Utama Harapan Keluarga dan RSIA Harapan Bunda. Kalau sudah sama klinik dan rumah sakit, ga mungkin asal-asalan.

3. Reponsive positive
Beberapa tempat sudah di WhatsApp. Tapi Orange Maternity yang responsif secara positif.


~~~ And finally, bunbun ke Klinik Utama Harapan Keluarga.

Kenyataannya sesuai ekspektasi:
1. Yang mijit bidan
Waktu konfirmasi registrasi di WhatsApp sih dibilang gitu, tapi kayaknya emang bener. Soalnya bunbun nanya-nanya banyak tentang proses persalinan dan bisa dijawab dengan kece.

2. Kondisi bayi dicek
Akhirnya bisa denger detak jantung si debay. Biasanya kalau kontrol langsung USG. Nah di sini dicek, detak jantung debaynya normal nggak. Puji Tuhan normal :)

3. Kondisi bunbun dicek
Dicek tekanan darah, dll. Berasa kontrol ke dokter.

4. Pijitannya mantap
Ga semua terapis di luaran sana -bahkan yang menyediakan jasa pijat untuk bumil- bisa mijit dengan mantap dan aman lho.

5. Last but not least, tempatnya super nyaman.
Lihat aja itu di foto. Itu kamar tempat bunbun pijit. Berasa kamar sendiri. Di pojokan ada couch-nya juga. Yayah nungguin di situ sampai ketiduran. 😁


Ruang pijat di RSB Harapan Keluarga
Ruang pijat di RSB Harapan Keluarga

 Intinya, lega akhirnya pegel-pegel ini bisa diusir pergi. Malemnya bobok nyenyak tanpa kram kaki. 💃💃

Nah, Orange Maternity ini selain ada di RSB Harapan Keluarga, ada juga di RSKIA Harapan Bunda. Kecenya, Orange Maternity bisa juga dipanggil ke rumah. Istilahnya kerennya Home Care. Bisa untuk ibu hamil, dan bayinya juga (kalau sudah lahir).

Ini daftar pelayanan dan harga perawatan ibu dan bayi di Orange Maternity per Oktober 2017 ya, bunda:
Orange Maternity and Baby Home Care

Paket Hemat Home Care

Jasa di Klinik

Paket Hemat di Klinik

 

Jumat, 25 Agustus 2017

Dilema BuMil

Pernah ga ngerasa sebel karena ga bisa ini itu selama hamil ini? Saya pernah! Sering malah.

Sebelum hamil, bisa:
1. Angkat galon sendiri
2. Jalan kaki jauuuhhhh karena males naik angkot sambil bawa ransel isi laptop dkk
3. Belanja banyak, bawa sendiri plastik di kanan kiri, bahkan belanja beras pun ngangkut sendiri
4. Dll, dll, dll.

Sekarang rasanya apa-apa harus ada yang bantu.

1. Weekend lalu, belanja sayur dan beras satu kilo, bawa sendiri aja sudah oleng sana sini pas jalan.
2. Bawa tas terlalu berat dikit, perut udah protes, belum lagi sakit punggung dan pinggang.
3. Air galon abis, ga bisa dorong galon (boro-boro beli dari warung sendiri), alhasil harus nunggu mas suami di rumah (lhah kalo ditinggal dua minggu tugas pelayanan ya nasib, beli aja air mineral botolan terus).
4. Lari ngejar anak murid udah ga bisa, takut brojol karena langsung berasa berat. Apalagi mau gendong batita unyu yang nangis (walaupun kadang tetep nekat, tapi akhirnya duduk)
5. Jalan nanjak yang cuma (ga sampe) 50 meter udah ngos-ngosan.

Sebel, iya. Sedih, iya.
Pernah hampir nangis gara-gara merasa ga berguna di tempat kerja.
Pernah bete sendiri karena di rumah sendiri dan harus ambil barang yang cukup berat di tempat tinggi dan harus manjat.

Tapi demi si buah hati ya sudahlah ya disabar-sabarin aja.

Tapi biar gitu, jadi bumil juga ga boleh terlalu manja. Jalan dikit, capek. Berdiri lamaan dikit, capek. Olah raga tetep harus, dengan sadar batasannya. Intinya sih semuanya berimbang dan tau apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan selama hamil.