Halaman

Sabtu, 20 Januari 2018

Cara Mengatasi Baby Blues

Di tulisan tentang baby blues yang lalu, saya menceritakan yang saya alami paska melahirkan bayi Rapha. Nah, di tulisan ini saya ingin berbagi bagaimana saya mengatasi baby blues bahkan postpartum depression yang saya alami.

1. Jangan lakukan semua hal sendiri
Di sinilah peran ayah Rapha. Karena kami hidup jauh dari keluarga dekat, tidak ada orang tua, mertua, bahkan saudara dekat yang bisa membantu kami mengurus bayi Rapha, jadilah kami -bunda dan ayah Rapha yang masih amatir- berjuang berdua. Saat bunda merasa lelah, jangan sungkan meminta bantuan ayah: untuk mengganti popok, menggendong dan meninabobokkan, mengajak main, atau apapun yang bisa dilakukan oleh ayah. Saya bahkan meminta tolong ayah Rapha untuk memberi susu Rapha (pakai botol tentunya 😜, isinya bisa ASIP, bisa SuFor).

2. Istirahat yang cukup
Kayaknya susah ya Bun? Kan bayi baru lahir hobinya ngajakin begadang. Saya tidak hanya tidur waktu malam. Setiap Rapha tidur, sebisa mungkin saya ikut tidur. Kalau malam, buatlah "shift jaga". Saya biasanya bagi tugas dengan ayah Rapha per tiga (3) jam. Setelah ayah Rapha pulang kerja, mandi, makan, tidur 3 jam. Setelah itu gantian: ayah Rapha jaga, dan bunda tidur 3 jam. Begitu sampai pagi. Lumayan membantu.

3. Jaga asupan makanan
Lapar bikin cranky alias cepat marah, benar. BuSui sering lapar, benar. BuSui yang kelaperan semakin cepat emosi, sangat benar. Jadi, makanlah setiap merasa (agak) lapar. Trik bunda Rapha: selalu sediakan camilan sehat di rumah (plus sediakan es krim dan coklat: mood booster bunda Rapha). Oya, makan makanan yang sehat supaya badan terasa selalu fit.

4. Curhat dengan Bunda lain
Bagian ini agak tricky. Harus pintar memilih tempat curhat. Kalau salah, bisa semakin dpressed. Beruntung saya punya grup di salah satu aplikasi chat yang sangat mendukung. Di grup itu, kami bebas bertanya dan curhat. Anggota grup lain akan dengan senang hati menjawab dan memberi dukungan. Tidak ada penghakiman -no judgment, no momshaming, only supporting each other.


5. Berpikir positif
Ini bagian yang gampang gampang susah. Baby blues, postpartum depression, apalagi postpartum psychosis secara disadari atau tidak membuat kita berpikir negatif. Kita sendirilah yang bisa mengatur pikiran. Kalau susah, minta ayah untuk selalu memberikan kalimat-kalimat positif. Saya bersyukur ayah Rapha adalah orang yang positif. Setiap kali saya merasa lelah dan tertekan, saya curhat dan selalu diberi kata-kata positif (tentunya dengan bonus pelukan).

Jadi, apa yang bisa ayah perbuat (oh, semoga para ayah membaca ini sehingga para bunda tidak erlu lagi memberikan penjelasan):
1. Selalu siap menggantikan bunda menjaga dedek bayi.
2. Siapkan makanan kesukaan bunda (untuk mengisi perut dan menaikkan mood lagi 😊).
3. Ingatkan bunda untuk istrahat dan makan yang cukup.
4. Dengarkan saat bunda mengeluh
5. Berikan kalimat-kalimat positif yang memotivasi (dan berilah bonus sesuai love language bunda)

Sebenarnya, apapun yang dilakukan ayah, buatlah bunda merasa tidak sendiri dan disayang. That will be a huge help for both mom and baby. :)


 

Kamis, 18 Januari 2018

Berjemur Yuk, Nak

Bayi Rapha sempat dirawat di rumah sakit karena kadar bilirubinnya yang tinggi. Saat saya boleh pulang (paska melahirkan), bayi Rapha masih harus tinggal selama 2 hari untuk disinar. Setelah 2 hari, dinyatakan kadar bilirubin sudah 9.27 (batas maksimal untuk bayi baru lahir adalah 10). Senang sekali akhirnya bisa bawa bayi Rapha pulang ke rumah, dengan catatan dari dokter: dijemur dan banyak minum.

Keadaan saat itu hampir setiap hari mendung dan saya masih (agak) idealis untuk masalah susu. Saya ingin bayi Rapha minum ASI. Padahal ASI saya saat itu masih sangat sedikit. Jadilah bayi Rapha kurang dijemur, kurang minum, dan terllihat kuning. Alhasil, bayi Rapha hanya 4 hari di rumah dan harus dirawat lagi di rumah sakit karena bilirubinnya naik jadi 14.09. Bunda Rapha langsung sedih dan merasa bersalah.

Sepulangnya dari rumah sakit, saya sudah tidak lagi idealis dengan susu. Hal terpenting sekarang, bayi Rapha cukup minum. Dan setiap matahari pagi cerah, bayi Rapha selalu dijemur. Ini untuk menghindari kadar bilirubin naik lagi (kadar bilirubin masih belum stabil sampai usia bayi 30 hari).

Ini beberapa tips menjemur bayi ala Bunda Rapha:

1. Buka pakaian bayi
Saat berjemur, bayi Rapha hanya pakai popok saja. Itu pun popoknya saya longgarkan. Hal ini supaya sinar matahari bisa langsung kena ke kulit bayi. Apa gunanya berjemur kalau tidak kena sinar matahari, ya kan?

2. Pilih waktu yang tepat
Tidak setiap saat sinar matahari itu baik lho, Bun. Sebaiknya jemur bayi antara pukul 7 sampai 9 pagi. Setelah jam 9 pagi malah bisa membahayakan bayi, misalnya kulit bayi terbakar. 

3. Lindungi mata bayi
Pastikan mata bayi tidak terkena sinar matahari. Saya pakai selimut dengan hoodie atau topi yang saya turunkan untuk menutup mata bayi Rapha saat berjemur.

4. Jemur bagian depan dan belakang
Jangan hanya jemur dadanya saja ya, Bun. Jemur juga bagian punggungnya. Pertama bayi dalam keadaan telentang, lalu posisi bayi dibalik (tengkurap di paha Bunda). Waktu posisi tengkurap, saya biasanya sengaja buka popok bayi Rapha supaya pantatnya juga kena sinar matahari.

5. Jangan terlalu lama
Durasi yang terbaik adalah 15-30 menit setiap bagian, tergantung seberapa cerah mataharinya. Kalau patokan saya, tiap bayi Rapha sudah protes dan merasa tidak nyaman, berarti sudah harus diakhiri.

6. Siapkan susu
Kalau bayi Bunda ASIX, dan Bunda tidak nyaman menyusui di ruang terbuka, pompa dulu. Jadi tidak perlu buka-buka payudara di tempat berjemur (yang biasanya teras rumah). Seperti kita yang dewasa kalau berpanas-panasan pasti haus. Bayi juga demikian. Rapha hampir selalu berjemur sambil minum susu.

7. Jangan langsung mandikan bayi setelah berjemur
Mungkin kita pikir setelah berjemur, keringetan, mandi bakal seger. Jangan, Bun. Kan waktu berjemur pori-pori terbuka semua, trus kalau langsung mandi, ntar bayinya masuk angin. Saya biasanya tunggu sekitar 30 menit, setelah itu mandikan bayi Rapha. 
Rapha's first sunbathing :) - Bundanya masih amatir, matanya nggak ditutup. Trus dimarahin sama bidan.

Untuk tempat berjemur, memang ada yang bilang harus terkena sinar matahari langsung supaya lebih maksimal hasilnya. Tapi ada juga yang bilang kalau cuaca berangin, boleh kok tidak terkena sinar matahari langsung. Selalu ada pro dan kontra. Kalau saya pribadi lebih suka kena sinar matahari langsung. Lebih mantap rasanya. Bundanya juga bisa ikut berjemur kan. πŸ˜€

Oya, kadang kita bingung ya, Bun, selama menjemur bayi enaknya ngapain. Ini yang biasa saya lakukan saat menjemur bayi Rapha:
1. Memberi susu
2. Memijat
3. Membersikan telapak tangan, telapak kaki, ketiak, dan leher
4. Ngobrol atau nyanyi sama Rapha
Atau lakukan apa saja yang bisa menjalin interaksi dengan bayi. Pokoknya jangan main smartphone deh πŸ˜€


Sampai kapan bayi harus dijemur? Yang paling penting sampai usia 40 hari. Tapi setelah itu pun masih disarankan untuk menjemur bayi. Saya masih jemur bayi Rapha sampai sekarang. Sinar matahari pagi kan terkenal menyehatkan. So, why not?

Berjemur yuk, Nak!


Rabu, 17 Januari 2018

Baby Blues or Postpartum Blues

Source: Pinterest
"Hati-hati kena baby blues lho, Bunda."

Nasihat bijak. Dan jujur saja, saya sudah persiapkan diri terserang baby blues sejak trimester 3 kehamilan. Saya tahu saya tipikal wanita moody yang sangat terpengaruh hormon. Jadi, baby blues sudah bisa dipastikan akan datang. Tinggal bagaimana levelnya saja.

Benar saja, beberapa baby blues symptoms menghampiri paska melahirkan, seperti:
• mudah menangis (bahkan tanpa alasan)
• merasa mudah kesal dan tersinggung
• merasa mudah lelah (saya pikir ini wajar setelah proses kehamilan dan persalinan yang cukup melelahkan)
• sulit tidur

Menurut penelitian, baby blues ini biasanya terjadi sejak setelah melahirkan sampai selama dua minggu. Lebih dari setengah ibu melahirkan di dunia (50-85%) mengalami baby blues. Jadi kalau Bunda mengalami baby blues, jangan khawatir, you are not alone (this is exactly what I said to myself).

Sekarang seharusnya sudah lewat masa-masa bercengkerama dengan si baby blues. Bayi Rapha sudah 2 bulan usianya. Tapi saya masih sering tiba-tiba sedih dan galau sampai sekarang. Ternyata eh ternyata, ada yang namanya postpartum depression. Sepertinya saya mengalami ini. Hampir sama seperti baby blues, tapi lebih lama: bisa sampai satu tahun. Ada beberapa symptoms tambahan (yang saya rasakan):
• rasa bersalah yang berlebihan (dalam kasus saya karena ASI yang masih belum cukup), jadi saya sering menangis karena rasa bersalah
• takut sendiri
• low sex drive

Dan symptoms yang tidak saya rasakan (dan membuat saya lega):

• ketakutan berlebih akan menyakiti si buah hati
• Enggan bersama/mengurus si buah hati

Postpartum depression ini menyerang sekitar 13% ibu baru. Dengan mencari tahu, paling tidak saya lebih bisa menerima keadaan dan tahu bagaimana mengatasinya.

Oya, ada lagi yang lebih parah: postpartum psychosis. Untungnya (dan semoga) saya tidak sampai tahap ini. Postpartum psychosis menyerang 3 bulan paska melahirkan dan bisa sampai bertahun-tahun. Kalau Bunda pernah dengar berita bunda yang membuunh bayi atau balitanya, kemungkinan besar si bunda itu terkena postpartum psychosis ini. Walaupun menurut penelitian hanya menyerang 0.1-0.2% bunda baru, kenyataannya banyak kejadian bunda yang membunuh anaknya sendiri. Bahkan penelitian lain menyebutkan, postpartum psychosis ini menyerang 20% bunda di negara berkembang (berarti termasuk Indonesia, lho, Bun).

Mengatasinya? Butuh dukungan ayah pastinya. Saya merasa lebih 'terkendali' kalau si ayah ada di rumah. Bagaimana cara ayah memberi dukungan? Lebih detailnya di post selanjutnya πŸ˜‰

Minggu, 14 Januari 2018

Dilema Bunda #1

Source: @mommy.101

 Kejadian tadi malam -dan beberapa kali di malam-malam sebelumnya:

Rapha mengantuk, sudah minum susu, tidur, tiba-tiba terbangun. Tapi masih mengantuk. Bunda berusaha menidurkannya lagi. Tapi sia-sia. Pukul 21.30 sampai 23.30 Rapha rewel. Antara mengantuk, lapar, tapi ga bisa tidur dan ga mau minum saking ngantuknya.

Bundanya capek, sebel, gemes, pengen marah, tapi kasihan sama Rapha juga. Akhirnya Rapha ditaruh aja di tempat tidur. Nangis menggelegar-gelegar. Bundanya ikut nangis karena ga tau musti ngapain.

Ayahnya yang masih migrain akhirnya bangun dan turun tangan. Rapha digendong, disayang-sayang bentar. Trus mau minum susu dan akhirnya tidur sekitar pukul 01.00.

Bundanya ngerasa bersalah karena sebel, gemes, pengen marah. Karena bunda ga tenang, Rapha juga ga tenang, makanya rewel. Bunda harus belajar lebih sabar dan tenang nih biar ga keseringan ngerasa bersalah. πŸ˜₯


* tulisan ini saya unggah di Instagram, diunggah ulang oleh @mommy.101, dan mendapat berbagai tanggapan (yang membuat saya semakin sadar "I am not alone. So, be tough."):

memeyadja Mamanya laper kali tu.. dl aku sering dipaksa makan klo gio rewel gbs tidur.. begitu slesai makan, udh bobok aja itu anak.. 

zaa_neza Smangaaat mba... itu sdh wktnya debay maux main maux begadang hihihi bgtlah

leinz_vun jadi inget kisahku pny baby pertama.. besoknya mesti kerja.. tengah malem masih harus nimang2 baby krn rewel. 😁Soalnya siangnya ditidurin mulu Sama yang ngasuh plus diayunan pula. Alhasil, begadang dah tuh anak. Semangat ya Bunda😍😍

may_odilia .... dulu baby jose kalau siang bobok tp malamnya bangun sampe pagi. Posisi besoknya orang tua harus kerja. Untung ada neneknya yg ngurusin semua. Jd orangtuanya bisa simpan tenaga untuk kerja besok..😘😘


mamamolilo Aku kalau kesel sama anak biasanya tarik napas panjang, hembuskan dan... Langsung kasih bapaknya sebelum meledak. πŸ˜‚ Demi kesejahteraan anak dan kewarasan ibunya. Haha.


zeecindy Sama cii.. aku kadang juga gitu nek udah larut malem, ngantuk, tapi Tifa masih rewel ajaa.. derita mamak2 yak..


intanwijaya937 Sy semalam jg mengalami nya...dede olive semalam beberapa kali bangun dan nangis ditengangin malah makin kencang nangisnya..sy ikutan nangis..secara sy sudah 1 minggu ini demam,batuk pilek..dede digendong sm siapa aj ngk mau..mau nya sm sy..papa nya semalam tenangin sy yg nangis dan gendong dede..akhirnya dede bobo...sy lanjut nangis sambil curhat dipelukan papa nya kalau sy lg sakit pasti dede malah nempel..akhirnya si papa bilang mami sabar ya..tenang supaya dede tenang..merasa brsalah krna sudah marah2..semangat untuk semua mommy...belajar dan terus belajar untuk lebih sabar lg..
 
dudukpalingdepan Saya juga pernah kayak gtu. Makanya peranan suami itu penting bgt πŸ˜€ ttp semangat mom
 
desiyanita Saya pernah nglewatinn itu juga..baru ajaa...baby usia brpa @sicapermata ??babyku 3,5bln
 
ieennu Ayah emg slalu punya caranya sendiri bt nenangin anak..

destichacha Semangat mom @sicapermata ... Dan mommy2 lainnya.. Saya juga pernah di posisi itu.. Ikut rungsing dengan anak, akhirnya bapanya juga ikut nimang2.. Dan tidur.. Setelah anak ke empat mah, woles ajah.. Karena udah tau triknya.. πŸ˜„πŸ˜„
 
indahdiannovita Paling dilema emang klo anak rewel 😒 kita cuma bisa menebak2 kenapa? Maunya apa? Krn si kecil blm bisa ngomong atau bahkan ketika udh balita pun belum bisa mengungkapkan apa yg dirasa, cuma nangis aja 😭 bener banget, sering banget penyesalan dateng abis marah2, BT atau kesel krn ngerasa "ga tahan" hrs gmn menghadapi si kecil. Harus banyak2 stok sabar, mudah2an kita dikuatkan selalu ya mom ☺️πŸ’ͺ🏻

kameliamf_musasyi.jr Saya sampe anak ke 4 yaa msh gitu juga mba @sicapermata . Kalo sdh dlm kondisi begitu semua teori lgsg lupa, mmg bagusnya ada yg bantu handle bayinya ketika ibu sdh sgt down. Sekedar bs minum segelas teh hangat dengan tenang biasanya sdh bs mengembalikan kewarasan saya.
melsari79 @kameliamf_musasyi.jr iya setuju mbak klo ada yg bantu handle bayi lbh baik (bs keluarga/mbake/nanny) krn pasca melahirkan kondisi fisik dan psikis mommy msh kyk roller coaster up n down πŸ˜… mommy @sicapermata tetap semangat ya jgn ragu utk minta bantuan org lain saat kita lelah, sy jg msh ngalamin hal yg sama koq pdhl udah anak ke3 dan balita 😬
 
 
 
 

Sabtu, 06 Januari 2018

Hospital Bag List

Masuk kehamilan trimester 3 biasanya calon bunda sudah menyiapkan tas rumah sakit alias hospital bag. Begitu pun saya waktu itu, sudah cari referensi sana sini apa yang perlu dibawa. Setelah disaring, saya hanya bawa ini:

1. Pakaian ganti bunda (dan ayah, kalau menginap)
Saya risih pakai pakaian rumah sakit. Berasa jadi orang sakit. Jadi dari satu hari setelah operasi, saya sudah pakai pakaian sendiri. Lebih nyaman dan lebih kece kalau difoto.

2. Pakaian pulang untuk bunda, ayah, dan debay
Pilih pakaian paling kece, biar bisa foto waktu pulang. Buat debay: popok, baju newborn, bedong, topi, sarung tangan dan kaki, blanket with hoodie.

3. Pembalut (night)
Rumah sakit menyediakan pembalut nifas, tapi saya kurang nyaman pakainya, besar banget. Dan hari ketiga darah nifasnya juga udah ga banyak banyak amat, jadi bisa pakai pembalut yang night.

4. Sandal jepit
Buat jalan kemana-mana, terutama ke kamar mandi.

5. Alat mandi
Pasti lah ya buat mandi.

6. Smartphone, charger, dan powerbank
I'm sure no one will forget these.

7. Earphone dan buku bacaan
Ini rencananya buat mengisi waktu kosong sih. Tapi nyatanya saya lebih banyak tidur.

8. Cemilan
Yes, I was starving all the time. Walaupun jadwal makan dan snack di rumah sakit cukup 'padat', tapi buat saya itu masih kurang.

9. Botol minum 1 liter
Repot kalau minum dari gelas, harus bolak balik. Apalagi untuk sejenis busui yang selalu haus.

10. Kaus kaki
Ini karena di daftar yang saya dapat selalu ada barang ini. Katanya rumah sakit itu dingin. Nyatanya, saya keringetan dan kaus kaki pun ngendon di tas. Yang dingin cuma di ruang operasi -yang ga akan boleh pake kaus kaki.

That's it. Sedikit? Iya. Sampai para bidan pun bilang bawaannya sedikit sekali. πŸ˜…

Oya, bawa alat makeup bagi yang biasa dandan. Saya cuma bawa Vaseline Lip Therapy Rosy Lips buat pelembab bibir.

Jumat, 05 Januari 2018

Obgyn Bandung



Kehamilan trimester 3, saya memutuskan untuk ganti obgyn. Banyak pro kontra dari keluarga dan sahabat. Ada yang bilang oke saja untuk ganti obgyn berapa kali pun. Toh ada catatan medisnya. Ada juga yang bilang jangan ganti-ganti obgyn apalagi di kehamilan trimester 3. Dengarkan saja pro dan kontra itu. Yang penting ibu hamil nyaman dengan obgyn terpilih. Saya pun ingin memilih ulang obgyn yang bisa membuat saya nyaman dan tenang melewati proses yang sangat luar biasa ini.

Saya menjelajah internet (lagi), mencari review tentang obgyn yang ada di @rsborromeus. Setelah membaca review dari berbagai sumber, saya memutuskan ke dokter @anna_ritonga.

Akhirnya saya daftar ke RS Borromeus. Sampai di rumah sakit pukul 7.30 dan saya dapat nomor antrean 23. Padahal, kata resepsionisnya, dokter cantik ini membatasi hanya terima 25 pasien pagi itu. Ternyata saya masih berjodoh dengan dr. Anna. :)

Lalu saya ke klinik kandungan. Timbang berat badan, ukur suhu tubuh, ukur tekanan darah, dan diberitahu saya nomor urut 20 untuk periksa ke dr. Anna.  (Iya, nomor urut yang didapat saat mendaftar tidak terpakai, yang terpakai nomor urut saat datang ke klinik kandungan untuk cek awal). Diberitahu oleh perawat, dalam satu jam, dr. Anna rata-rata memeriksa 3 sampai 4 pasien. Jadi saya harus menunggu sekitar 4 sampai 5 jam.
Kesan pertama: well, antrenya panjang (which I don't like).

* sambil menunggu, saya ke food court untuk mengisi lambung yang rasanya gampang sekali kosong.


Singkat cerita, tibalah giliran saya diperiksa. Masuk ruang periksa, disambut dengan sapaan ramah dan senyuman manis.
Kesan ke 2: dokternya ramah

Kalimat pertama dari dr. Anna: "Ibu sebelum hamil beratnya berapa? Oh, sekian ya (sambil lihat catatan periksa sebelumnya), sekarang sekian ya? Aduh, Ibu ini kurang bbnya, kasian adik bayinya. Harus dinaikin ya. Yuk, sekarang kita cek dulu dedeknya."

Kesan ke 3: dokternya to the point

Di-USG. Ditunjukkin ini posisi debaynya, ini tali pusatnya, ini plasentanya, ini air ketubannya, dll. Dan dijelaskan dengan detail.

Kesan ke 4: dokternya detail dan informatif (tanpa harus ditanya dulu)

* Obgyn sebelumnya hanya kasih tahu posisi bayi tanpa menjelaskan bagian-bagiannya. Akan dijelaskan kalau ditanya. Untuk saya dengan kehamilan pertama, I was clueless what to ask. So, informative obgyn is a must.

Di akhir sesi, saya bilang bahwa mata saya minusnya tinggi. Langsunglah dr. Anna minta saya periksa ke dokter mata. Karena sudah terlalu siang dan klinik mata tidak lagi menerima pendaftaran, saya dibantu Perawat Nia (yang membantu dr. Anna) untuk daftar ke klinik mata. Dan saya dapat giliran periksa dengan dr. Bambang. Hasil periksa di dokter mata: proses persalinan harus sesar (Detailnya ada di post Wanita Berkacamata).
Kesan ke 5: dokternya cepat tanggap, perawatnya pun sangat membantu

Fast forward ke hari persalinan. Saya sudah telentang di ruang operasi, dr. Anna masuk dengan suara khasnya, "Selamat pagi!" Lalu ruang operasi penuh dengan canda, sampai debay lahir dan perut dijahit.
Kesan ke 6: dokternya lucu dan easy going (termasuk dokter anestesi-nya: dr. Billy) -operasi jadi tidak menegangkan

* Oya, kalau kata orang epidural itu sakit, jangan percaya. Semua itu asalnya dari otak, sugesti semata. Kalau dari pengalaman saya, rasanya semacam digigit semut tapi agak lama. Tahu semut rangrang yang besar-besar itu? Nhah, seperti digigit semut rangrang rasanya. Trus ada hangat-hangat di pantat, menjalar ke kaki. Lalu kesemutan. That's it.

Selama saya dirawat di rumah sakit pasca persalinan, dr. Anna mengunjungi tiap hari untuk memeriksa keadaan rahim dan jahitan. Tentu tetap dengan suara khas dan senyum ramahnya. Oya, setiap kunjungan, selalu ada kalimat-kalimat positif yang membuat saya optimis (terutama tentang ASI saya yang masih seuprit).
Hari ketiga saya sudah boleh pulang. Satu minggu kemudian kontrol. Di sinilah saya baru berani lihat jahitannya. Saat perbannya dibuka untuk dibersihkan dan diobati, saya diberi cermin untuk melihat. jahitannya rapi. Dua minggu kemudian kontrol lagi dan perban dibuka. Saya diberi krim anti keloid. Waktu 40 hari setelah melahirkan, kontrol terakhir, dr. Anna bilang ada bakat keloid jadi harus pakai krim yang dikasih lebih teratur. Lalu saya konsultasi tentang KB dan dijelaskan dengan detail.
Kesan ke 7: dokternya sangat rapi, teliti, dan tetap informatif
Mauliate, dok! 😊

Kamis, 04 Januari 2018

(Masih Tentang) Kebiasaan Membandingkan

This was Bunda Rapha years and years ago :)

Waktu kecil sampai memasuki usia remaja, saya termasuk 'korban' perbandingan. Kadang orang tua, kadang saudara lain yang membandingkan.

Dengan siapa saya-kecil ini dibandingkan? Dengan sepupu-sepupu. Mulai dari, "Kamu tu cewek, pakai rok. Kayak cicik (kakak sepupu perempuan) itu lho mau pakai rok," atau "Rambutmu dipanjangin biar cantik kayak cicik itu," Memang tidak semua negatif, ada positifnya. Tapi tetap saja yang namanya dibandingkan itu tidak enak. I am who I am.

Oya, ada satu kejadian yang paling terkenang:

Saat SMA, saya memilih jurusan yang dianggap 'tercela'. Saya tidak mau masuk jurusan IPA karena menurut saya kurang 'applicable' dalam hidup sehari-hari. Dan memang tidak bisa masuk IPA karena nilai Kimia saya jauh di bawah standard. Saya tidak mau masuk IPS karena saya tidak suka menghitung nominal uang tapi tidak ada uangnya. Dan memang nilai Akuntansi saya jeblok.

Saya masuk jurusan Bahasa. Bukan karena terpaksa, tapi memang itu pilihan saya. Saya suka belajar bahasa (walaupun akhirnya saya tidak berhasil menjadi fasih bahasa Mandarin πŸ™ˆ). Komentar yang ada:
• Kok masuk bahasa? Kalo ga kayak cicik masuk IPA, ya kayak ooh (kakak sepupu laki-laki) tu IPS.
• Ngapain masuk bahasa? Ntar kuliah apa? Kayak cicik tu IPA, banyak pilihan kuliahnya.
• O, masuk bahasa? IPS tu kayak ooh, kuliah gampang, kerja juga gampang.
dan seterusnya, dan seterusnya.

Akhirnya saya tetap masuk kelas bahasa. Menyesal? No, no, no. Pelajaran sesuai minat dan kemampuan, teman sekelas pun asik. Satu tahun terkakhir di SMA yang paling saya nikmati.

Perbandingannya selesai? Tentu belum. Menjelang pendaftaran kuliah: • Masuk UNIKA (Soegijapranata) aja kayak ooh sama cicik
• Ambil Ekonomi aja, gampang kerjanya. Kayak ooh tu.
• Udah, kuliah di Semarang aja. Ga usah jauh-jauh. Ooh sama cicik juga kuliah di Semarang.
dan seterusnya, dan seterusnya. Helooow! I live my life in my own way. Dibanding-bandingkan itu capek lho. Dalam kasus saya, saya anggap perbandingan itu motivasi. Motivasi untuk menunjukkan pilihan saya tidak salah.

Sekarang masih dibandingkan? Kadang. Trus? Kibasin rambut aja.

Rabu, 03 Januari 2018

Kebiasaan Membandingkan (part 1)

"Miss, kok anak saya belum bisa bicara ya? Apa speech delay?"
"Miss, si A sudah bisa lepas popok, kok anak saya belum ya?"
"Miss, anak saya kok ga kayak si B ya?"
"Kalau si C hebat ya sudah bisa baca, anak saya kenal huruf aja masih salah-salah."
 

Ya, itu beberapa kalimat yang sering saya dengar saat mengajar di TK.

Atau ... "Si A aja bisa dapet nilai 100 kok anak saya ga bisa sih?"
"Si B pinter tuh basketnya, saya mau les-in anak saya basket juga ah."


Itu hanya dua kalimat yang bisa saya ingat saat mengajar di SD.

Siapa yang ngomong itu? Orang tua. 


Sekarang ... 
"Anakku kok belum bisa angkat kepala ya? Padahal sudah umurnya."
"Anakku sudah naik BBnya 5 kg, anakmu gimana?"
"ASImu dikit ya? Pantesan anakmu kecil gitu. Anakku minumnya kuat, jadi gendutnya cepet."

Siapa yang ngomong gitu? Orang tua (juga)

Intinya, semua orang tua (pada dasarnya) punya intuisi untuk membandingkan. Padahal ya, tiap anak itu beda. Tiap anak itu unik. Jangan sama ratakan. Perkembangan tiap anak pasti beda.

Memang ada teori yang bilang usia sekian harus sudah bisa ini dan itu. Tapi itu sekadar teori, bukan patokan mutlak yang harus dipegang teguh.

Kalau ada yang bilang "anakku sudah bisa ini itu, anakmu belum ya?" - jangan diambil hati. Sekali lagi, perkembangan tiap anak itu beda. Tiap anak diciptakan unik.

Dan kalau ada yang bilang, "wah hebat ya si A sudah bisa ini itu, anakku kok belum ya?" - kasih tau aja kalau (lagi-lagi) perkembangan tiap anak itu beda. Tiap anak diciptakan unik.

So, anakku ya anakku. Anakmu ya anakmu. Mereka beda. Jangan dibandingkan. Jangan disamakan.